Teresa dari Calcutta; Makna kemiskinan yang dijiwai dan dihidupkan oleh seorang pendiri Misionaris Cinta Kasih
Monica Maria Meifung
Monica Maria Meifung
A. Riwayat hidup
Teresa lahir pada 16 Agustus 1910 di Skopje, ibu kota Republik Albania Macedonia, sebagai anak ketiga dari pasangan Nikolle Bojaxhiu dan Drana Bernai. Tanggal 27 Agustus 1910 ia dibaptis dan diberi nama Gonxha (Agnes). Orang tua Agnes adalah orang saleh, terutama ibunya. Tahun 1919 ayahnya meninggal. Bersama dengan kakak laki-laki dan kakak perempuannya, ia bersekolah di sekolah negeri. Mereka hidup rukun dan bahagia, terlebih sejak ayahnya meninggal. Ibu Drana (orang tua Agnes), Agnes dan kakak perempuannya sangat aktif di Gereja Hati Kudus Yesus, yang letaknya bersebelahan dengan rumah mereka. Mereka ikut koor dan terlibat dalam masalah-masalah yang berkaitan dengan para misionaris. Ibu Drana adalah orang yang sangat murah hati. Lazar, kakak lelaki Agnes, memberi kesaksian tentang ibu mereka : ”ia tidak pernah membiarkan orang-orang miskin yang datang mengetok pintu rumah kami pergi dengan tangan kosong.” Agnes kecil, telah merasakan secara samar-samar panggilan untuk menjadi biarawati sejak ia berusia dua belas tahun, namun selama bertahun-tahun panggilan tersebut tidak terungkap keluar. Saat itu ia aktif sebagai anggota ”putri-putri Bunda Maria” di parokinya. Pastor-pastor Jesuit di paroki tersebut, sangat mendukung minat Agnes untuk karya-karya misionaris.
Tahun 1928, dalam usia 18 tahun, dengan bimbingan dan bantuan seorang imam Jesuit dari Yugoslavia, Agnes melamar masuk biara Ordo para Suster dari Bunda Maria di Loreto (biasa dipanggil Irish Ladies), sebuah ordo yang didirikan oleh Mary Ward pada abad ke 16 di Inggris. Agnes tertarik oleh karya mereka di India. Tahun 1929 ia mendapat kesempatan tinggal satu minggu di Calcutta setelah menempuh 37 hari perjalanan dengan kapal laut dari Dublin, lalu dikirim ke Darjeeling di kaki gunung Himalaya untuk karya di bidang pendidikan. Tahun 1931 ia mengucapkan kaul sementara, dan mengganti nama panggilan baptisnya menjadi Teresa yang dipilihnya dari Santa Teresia Lisieux yang sering disebut Teresia dari kanak-kanak Yesus. Setelah kaul sementara ini, Suster Teresa tinggal di Calcutta dan bertugas menjadi guru ilmu bumi dan sejarah di Sekolah St. Mary yang dikelola oleh para Suster dari Bunda Maria di Loreto. Tahun 1937 Teresa mengucapkan kaul terakhir dan melanjutkan karya pendidikan yang sangat ia sukai, sampai kemudian menjadi Direktur pendidikan di sekolah tersebut.
Tahun 1946, selama perjalanan dari Calcutta menuju Darjeeling, Teresa merasakan adanya sebuah panggilan ketika ia secara diam-diam berdoa di dalam hatinya. Panggilannya sangat jelas, yaitu : harus meninggalkan biara dan mengabdikan hidupnya untuk menolong orang miskin, dengan cara hidup tinggal bersama mereka. Teresa merasakannya sebagai suatu perintah yang sangat jelas arahnya harus kemana, namun ia tidak tahu bagaimana caranya. Dua tahun kemudian, tahun 1948 Teresa mendapat izin dari Roma untuk mengikuti panggilan baru tersebut, yang ia sebut sebagai ”panggilan dalam panggilan”. Tahun 1949 Teresa mendapat pengikut pertama yaitu seorang mantan muridnya, yang kemudian menjadi Suster yang pertama dari ordo yang sedang didirikannya. Tanggal 7 Oktober 1950, pada pesta Bunda Maria Ratu Rosario, Ordo Missionaries Of Charity (Misionaris Cinta Kasih) disahkan oleh Roma. Pada waktu itu ada sepuluh orang wanita mulai menjalani masa percobaan mereka selama dua tahun.
Teresa meninggal pada tanggal 5 September 1997 dalam usia 87 tahun, di rumah Misionaris Cinta Kasih di Calcutta. Kepergiannya ke Rumah Abadi, dirasakan sebagai sebuah “kehilangan besar” oleh seluruh bagsa dan seluruh agama serta kepercayaan dari segala lapisan sosial ekonomi di dunia ini. Pada tahun 2007, Missionaries of Charity telah beranggotakan 4500 suster (belum termasuk imam dan bruder) yang berkarya di 133 negara.
B. Kekhasan Missionaries of Charity (Misionaris Cinta Kasih)
Para pengikut Teresa dari Calcutta (suster, imam, bruder) mengucapkan kaul ke empat, yaitu memberikan pelayanan yang tulus ikhlas dan sepenuh hati, tanpa pamrih kepada orang-orang yang termiskin di antara kaum miskin, sebagai suatu pernyataan cinta kasih mereka kepada Kristus.
Teresa dari
“Sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit, kamu melawat Aku; ketika Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku. Maka orang-orang benar itu akan menjawab Dia, katanya: Tuhan, bilamanakah kami melihat Engkau lapar dan kami memberi Engkau makan, atau haus dan kami memberi Engkau minum? Bilamanakah kami melihat Engkau sebagai orang asing, dan kami memberi Engkau tumpangan, atau telanjang dan kami memberi Engkau pakaian? Bilamanakah kami melihat Engkau sakit atau dalam penjara dan kami mengunjungi Engkau? Dan Raja itu akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku” (Mt 25:35-40).
Teresa memahami kelaparan, kehausan, keterasingan, ketelanjangan, kesakitan, keterpenjaraan, bukanlah melulu secara jasmaniah atau inderawi, akan tetapi menembus pada kemiskinan atau kemelaratan batin, yang ia sebut sebagai penderitaan terbesar di dunia ini, melebihi penderitaan sakit berat manapun seperti penyakit lepra, kusta, atau penyakit HIV. Teresa melihat sebuah penderitaan yang tak tertanggungkan di balik kemiskinan materi atau badaniah dari orang-orang miskin yang ditolongnya, yaitu kesepian karena tidak mempunyai teman dan tidak mempunyai seorangpun untuk memandangnya sebagai makhluk yang memiliki harga diri. Di balik pelayanan-pelayanan penuh belas kasihan, Teresa dan para pengikutnya bukan hanya mengangkat orang dari lembah kemiskinan, namun memulihkan martabat luhur manusia yang sirna akibat kemiskinan.
C. Keluarga dan Kaum Miskin
Salah satu ungkapan Teresa yang terkenal adalah : ”love starts at home”, cinta mulai di rumah. Bagi Teresa, cinta kasih itu hidup di tengah keluarga, kekurangan cinta kasih menyebabkan banyak penderitaan dan perasaan tidak bahagia di dunia dewasa ini. Ia melihat orang-orang miskin bukan hanya berada di luar rumah, di jalan-jalan atau di tempat-tempat umum, tetapi juga yang ada di rumah-rumah pada sesama anggota keluarga. Mereka yang di rumah-rumah menjadi miskin pada waktu mereka merasa kesepian dan tidak memiliki seorangpun yang dapat menjadi teman untuk mendengarkan dan untuk berbagi dengan mereka. Ini penyakit terbesar yang melanda dunia zaman modern : kesepian.
Setiap orang rasanya begitu dikejar waktu, gelisah mendambakan perkembangan yang lebih besar, gelisah ingin mendapatkan kekayaan lebih besar lagi, sehingga anak-anak hanya sedikit saja memperoleh kesempatannya untuk bersama-sama dengan mereka. Sedangkan para orang tua tidak mempunyai banyak waktu bagi anak-anak mereka maupun bagi pasangan hidup mereka. Dengan demikian, perpecahan dalam kedamaian berawal dari rumah.
Teresa berkata, ”jika Anda ingin berbuat sesuatu yang indah bagi Tuhan, coba lihatlah di lingkungan keluarga Anda dan kaum miskin di sekeliling Anda. Bila kita ingin menjadi suci, marilah kita mencari kaum miskin, pertama-tama di lingkungan rumah kita sendiri, kemudian di lingkungan tetangga kita.”
D. Kaum miskin mampu mengajar kita
Kemiskinan yang luar biasa. Sadarkah kita akan hal itu ? Tahukah kita apa arti ketakutan? Kenalkah kita dengan orang kesepian? Kenalkah kita dengan orang yang ditolak dan tidak dicintai? Kenalkah kita dengan orang yang lapar? Tahukah kita apa arti lapar? Teresa menggumuli pertanyaan-pertanyaan ini dan memperoleh jawaban-jawaban bukan dari atas meja tulis di ruang kerjanya. Tantangan yang diajukannya dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan itu digeluti di dalam dan melalui penyerahan dirinya kepada Kristus yang menyamar dalam aneka bentuk kemiskinan, sehingga ia dapat menegaskan bahwa :
”Kaum miskin itu orang-orang yang berjiwa besar !
Mereka tidak memerlukan simpati dari kita.
Mereka tidak minta kita agar merasa kasihan kepada mereka.
Mereka pantas mendapat cinta kasih kita”
Para misionaris cinta kasih yang dipimpin oleh Teresa, berkali-kali mengalami bahwa, orang-orang miskin yang menerima roti dalam keadaan amat lapar, tidak segera melahap habis roti atau segera menghabiskan beras yang diberikan kepadanya. Seorang anak kecil menyimpan roti bagiannya untuk diberikan kepada ayahnya yang sedang sakit. Sebuah keluarga membagi menjadi dua bagian sumbangan beras yang diterimanya, untuk diberikan kepada keluarga tetangganya yang juga lapar.
Teresa menjelaskan mengapa suster-susternya selalu tersenyum dan bahagia ? Karena mereka bukanlah pekerja sosial. Mereka berusaha untuk menjadi orang-orang kontemplatif di tengah-tengah dunia ini. Mereka telah memutuskan memilih menjadi Misionaris Cinta Kasih, menjadi pembawa kasih Allah.
E. Majikan-majikan kami adalah Kaum Miskin
Teresa mengutip dari Santo Vincensius a Paolo yang mengatakan kepada para calon muda dalam biaranya demikian, ”Ingatlah, kaum miskin itu adalah majikan kita. Kita harus mencintai dan mentaati mereka.” Teresa dan sister-susternya mendekati kaum miskin dengan hormat dan cinta kasih yang demikian, yang hanya disertai keinginan untuk memberikan Tuhan kepada mereka, dan untuk membawa kepada mereka kegembiraan Kristus di tempat dimana orang-orang miskin itu berada.
Sekalipun orang-orang miskin itu penampilannya sudah rusak dan sulit untuk dikenali kembali, tetapi di tengah-tengah mereka hadirlah Kristus. Ia telah berkata, ”Ketika Aku sakit, kelaparan, telanjang dan menjadi gelandangan. Semuanya itu kamu lakukan terhadap Aku.” Dan seperti Kristus, orang-orang miskin itupun tidak mengeluh untuk mencari-cari perhatian. ”Yesus tidak pernah menipu kita. Setiap kali Anda membuat pengorbanan ini, setiap kali Anda ingat pada kaum miskin, baik yang dekat maupun yang jauh, setiap kali Anda merelakan sesuatu yang Anda senangi sendiri tetapi diberikan kepada kaum miskin, Anda memberi makan kepada Kristus yang kelaparan, Anda memberikan pakaian kepada Kristus yang telanjang, Anda menampung Kristus yang menggelandang.” Pada bagian ini, Teresa memberikan sebuah pertanyaan reflektif, ”Apakah Anda secara langsung atau tidak langsung dalam melayani kaum miskin, setiap kali Anda memikirkan dan membuat pengorbanan bagi mereka, Anda benar-benar melakukan semuanya itu bagi Kristus ?
Melaksanakan karya di antara kaum miskin bagi Teresa tidak akan mudah seandainya tidak disertai dengan hidup berdoa yang intensif dan semangat pengorbanan. Juga tidak akan mudah seandainya ia tidak melihat dalam diri kaum miskin, Kristus yang terus menderita dalam kesengsaraanNya.
F. Panggilan yang Melimpah
Mengenai banyaknya panggilan dalam Tarekat yang didirikannya, Teresa menjelaskan bahwa, ”Tuhanlah yang mengutus mereka. Mereka (para anggota Misionaris Cinta Kasih) datang dan melihat. Kadang-kadang mereka datang dari tempat yang jauh sekali. Banyak di antara mereka mula-mula hanya mendengar mengenai kami melalui berita yang mereka baca di koran”. Teresa berpendapat, jika Tuhan mengirim terus panggilan tanpa pernah gagal, ia percaya bahwa bukan maksudnya menyimpan mereka di dalam biara. Tetapi Tuhan justru menghendaki agar mereka melipatgandakan karya pelayanan kepada orang yang termiskin di antara kaum miskin. Di tengah perkembangan dan keberhasilan karya misi yang dipercayakan oleh Tuhan kepadanya, Teresa tidak pernah membuka rumah tanpa terlebih dahulu diminta oleh Uskup setempat, dan dalam kenyataannya, permintaan bantuan pada saat ini jauh melampaui kemampuan mereka untuk memenuhinya.
G. Evaluasi dan Kesimpulan
Beberapa prinsip dasar dan kesimpulan yang dapat saya temukan dan simpulkan melalui kisah Teresa dalami bacaan ini adalah sebagai berikut :
Sebuah misi yang berhasil memerlukan keteladanan hidup. Saya melihat keberhasilan Teresa tidak dapat dipisahkan dari keteladanan yang diberikan oleh kedua orang tuanya, khususnya Drana Bernai, ibu kandung dari Teresa yang memiliki kepedulian serta keterlibatan tinggi dalam mengulurkan tangan kepada orang miskin. Semasa kecil sampai dengan remaja Teresa mendapat sebuah role of model dari ibunya di dalam kehidupan keluarga dan dalam kehidupan iman mereka.
Sebuah misi yang baik tidak menimbulkan ketergantungan atau sikap konsumtif, namun melahirkan juga misi baru yang lebih luas. Keberhasilan misi Teresa dalam hal ini juga sedikit atau banyak, mendapat pengaruh dari Gereja dan kelompok misi yang berada di dekat rumahnya semasa ia kecil, dimana ia sudah aktif sebelumnya sebagai anggota koor, anggota perkumpulan ”putri-putri Maria” di Parokinya.
Pelayanan orang miskin adalah pelayanan iman, bukan humanisme semata. Hal ini nampak jelas dalam ungkapan Teresa bahwa ia dan suster-susternya berbahagia karena mereka bukanlah pekerja-pekerja sosial melainkan orang-orang kontemplatif yang menghadirkan diri di tengah-tengah dunia, untuk menjadi utusan-utusan pembawa kasih Tuhan ke tengah-tengah orang termiskin dari yang miskin.
Orang miskin bukan obyek belas kasih. Karena ada penampakan wajah Kristus di dalam orang-orang miskin itu, maka Teresa mengambil sikap hormat dalam menyampaikan cinta kasih kepada mereka yang membutuhkan. Ia melihat orang miskin bukan sebagai obyek atau target pemberian cinta kasih, namun sebagai ”Majikan” yang harus dicintai dan ditaati. Dalam pribadi-pribadi orang miskin, Teresa melihat Kristus yang juga menawarkan Kabar Baik kepadanya dan kepada seluruh pengikut dalam Ordo yang ia dirikan.
Kemiskinan bukanlah neraka, melainkan jalan menuju Allah yang adalah kasih. Kemiskinan yang hebat yang sepertinya tidak pernah habis untuk ditangani, tidak membuat depresi Teresa dan para pengikutnya. Tetapi sebaliknya, menjadi sebuah panggilan yang dilaksanakan dengan gembira dan penuh sukacita, menjadi jalan cinta kasih menuju Allah dan menuju kesempurnaan hidup yang dibaktikan kepada Allah dan sesama.
Keberhasilan misi tidak mengurangi ketaatan kepada pimpinan Gereja.
Sebuah ungkapan Teresa yang amat terkenal adalah ”Tuhan tidak memanggilku untuk sukses melainkan untuk setia.” Salah satu bentuk kesetiaan Teresa ditunjukkan dalam prinsip tidak membangun rumah baru apabila tidak diminta oleh Uskup setempat.
Sumber Bacaan :
Bunda Teresa; Mengasihi Yesus.
Oleh Jose Luis Gonzalez-Balado, diterjemahkan oleh A. Widyarto, L.PH.
Editor : Dr. Lyndon Saputra. Gospel Press, Batam, 2002, 188 halaman.
Jakarta, 3 November 2010
Jakarta, 3 November 2010
No comments:
Post a Comment