Burung Merah Kecil di Tahun Tikus
Karena terlalu sering pakai AC, jendela kamar tidur jarang saya buka. Biasanya saya buka hanya ketika akan meninggalkan kamar supaya ada sirkulasi udara. Kamis 7 Pebruari 2008 sekitar jam 8 pagi, setelah hujan besar reda dan kamar terasa amat dingin, AC saya matikan dan jendela kamar selebar 2,5 meter saya buka seluruhnya. Saya berdiri di balik jendela yang berhadapan dengan pendopo rumah, taman kecil dan kolam ikan yang berisi selusin ikan lele milik Mbak Rohmi. Kamar saya presis berhadapan dengan sebuah pohon besar, entah pohon apa, 5 tahun yang lalu ketika masih amat kecil hampir saya tebang karena itu sebuah ‘pohon liar’ yang tak direncanakan, benihnya kelihatan dibawa oleh burung dan kecemplung di selokan kecil di sepanjang tembok samping rumahku. Pohon itu kini jadi pohon besar yang sangat rimbun dan enak untuk berteduh kalau hari panas.
Mata saya menelusuri pohon itu dari balik jendela kamar, suatu ‘pekerjaan’ yang hampir tidak pernah saya lakukan. Tiba-tiba ada benda kecil bergerak-gerak dari dalam pohon, yang amat menarik perhatian. Ternyata seekor burung kecil dengan paruh dan sayap berwarna merah, dadanya hijau kehitaman, manis dan lucu sekali. Biasanya saya hanya melihat burung-burung gereja warna coklat yang sering mendatangi pendopo untuk menumpang makan dari mangkok-mangkok nasi anjing-anjing saya.
Saya sempat tergoda untuk menangkap dan memiliki burung kecil itu karena sungguh manis dan lucu. Dengan riang dan lincah ia meloncat dari satu dahan ke dahan yang lain, sendirian, tetapi ia kelihatan sangat bahagia. Saya hampir mau ‘menjepretnya’ dari kamar, tapi segera sadar, kalau ia pingsan atau mati karena saya jepret, saya tidak bisa menikmati keindahannya lagi… Waktu itu juga ada angin cukup kencang, tapi ia tidak peduli, ia tetap melompat-lompat sambil mengeluarkan suaranya yang ringan dan empuk. Setelah 15 menit ia kemudia pergi. Ia mengejutkan saya dengan terbangnya yang sangat tinggi kendati badannya amat kecil…. Saya ikuti terus terbangnya sampai ia menghilang dari pandangan saya….
Tiba-tiba, ada suara di hati yang menyapa saya :
“Meifung, bisakah kamu belajar dari burung merah yang kecil itu ? Ia tidak peduli bahwa ada orang yang diam-diam berniat mau ‘menjepret’ untuk memilikinya, ia hidup tanpa ketakutan akan dicelakai atau dilukai orang dengan melompat riang kesana-kemari. Ia juga tetap bernyanyi dan hidup dengan gembira kendati ada angin kencang. Dan di tengah angin kencang yang dingin menyengat badan, ia mampu terbang tinggi dengan amat mengagumkan”
Saya terkejut dan air mata membasahi pipi saya, lalu tersadar, Tuhan mengirim seekor burung merah kecil itu kepada saya sebagai hadiah di pagi hari Tahun Baru Imlek, di hari pertama Tahun Tikus…..
Ia mengirim burung merah kecil yang indah untuk menyampaikan pesanNya kepada saya tanpa memperkenankan saya untuk memilikinya. Ia mengakhiri pesanNya dengan sekali lagi mengingatkan saya : “kamu tidak perlu memiliki burung merah kecil itu karena kamu sendiri harus menjadi seperti dia”.
No comments:
Post a Comment